
Kasus Vidi Aldiano dan Agnez Mo Jadi Sorotan Hakim MK dalam Sidang Uji Materi UU Hak Cipta
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih kembali menyoroti isu hak cipta yang semakin ramai dibicarakan publik, terutama di kalangan industri musik Indonesia.
Penyebutan ini muncul dalam sidang perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025, yang diajukan oleh Nazril Irham (Ariel Noah) bersama 28 musisi lainnya. Mereka menggugat beberapa pasal dalam UU Hak Cipta karena merasa ketentuan yang ada saat ini justru merugikan para pelaku pertunjukan, seperti penyanyi, yang harus menghadapi tuntutan hukum dari pencipta lagu meskipun telah membayar royalti.
“Isu ini semakin marak. Bukan hanya Agnez Mo, saya dengar juga Vidi sedang bermasalah dengan lagu ‘Nuansa Bening’. Jumlah gugatan yang diajukan pun cukup besar,” ujar Enny dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta.
Baca Juga : Klasemen F1 2019 Usai Bottas Menangi GP Australia
Sebagaimana diketahui, Vidi Aldiano digugat oleh pencipta lagu legendaris “Nuansa Bening”, Keenan Nasution, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam gugatan tersebut, Keenan menuduh Vidi telah menyanyikan lagu ciptaannya secara komersial dalam lebih dari 300 pertunjukan sejak tahun 2008 tanpa izin langsung dari sang pencipta. Nilai gugatan yang diajukan bahkan mencapai Rp 24,5 miliar.
Situasi ini membuat Enny mempertanyakan efektivitas perlindungan hak ekonomi para pencipta lagu melalui sistem royalti yang dikelola saat ini. Ia menyoroti peran Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang bertugas mendistribusikan royalti kepada para pencipta. “Jangan-jangan, memang masalahnya di LMKN ini. Apakah pendistribusian royalti berjalan efektif? Apa hambatan utamanya? Itu yang ingin kami ketahui,” tegas Enny kepada perwakilan DPR dan pemerintah.
Sayangnya, pertanyaan tersebut belum langsung dijawab dalam sidang. Perwakilan dari DPR dan pemerintah menyatakan akan menyampaikan keterangan secara tertulis kepada majelis hakim.
Lebih lanjut, dalam permohonan uji materi ini, Ariel dan para musisi lainnya meminta Mahkamah Konstitusi memberikan kelonggaran bagi para penyanyi untuk tetap membawakan lagu yang dilindungi hak cipta tanpa izin eksplisit, selama mereka membayar royalti sesuai ketentuan. Para pemohon menilai bahwa sistem saat ini tidak adil karena bisa mempidanakan penyanyi meskipun mereka telah membayar kewajiban finansial melalui LMKN.
Uji materi ini membuka ruang diskusi luas terkait reformasi sistem hak cipta di Indonesia, terutama dalam hal keseimbangan antara hak pencipta lagu dan hak para pelaku pertunjukan musik.
Sidang ini menjadi perhatian besar, bukan hanya bagi komunitas musik, tetapi juga publik luas, karena menyangkut hak kebudayaan, ekonomi kreatif, dan perlindungan hukum yang adil bagi semua pihak. Putusan MK nantinya akan menentukan arah baru tata kelola hak cipta di Indonesia.
